Created on Wednesday, 02 August 2017 Hits: 11109
Kita tahu bahwa salah satu upaya mengendalikan mikroorganisme, menurunkan sampai dengan populasi bioburden tertentu, bisa dengan cara penggunaan teknologi pemaparan sinar Ultraviolet (UV Light). Diikuti dengan aplikasi yang luas misal pada unit BSC (Bio Safety Cabinet), di dalam instalasi Purified Water sebagai upaya sanitasi, semuanya dengan tujuan sebagai pengendali populasi mikroorganisme. Menjaga pada tingkat bioburden tertentu pada ruang lingkup area tertentu yang terpapar sinar UV tersebut. Lalu, hal yang menggelitik berikutnya adalah, bagaimana kita tahu bahwa sinar UV akan selalu efektif mengendalikan mikroorganisme? Bagaimanapun juga sinar UV memapar terjadi karena adanya lampu UV. Dan lampu UV seperti kebanyakan lampu-lampu di rumah, bisa mati suatu ketika. Lampu mati mungkin justru lebih tidak berisiko, mudah deteksinya. Yang paling tinggi risikonya adalah lampu masih hidup tapi mulai meredup. Tak lagi mampu membunuh mikroorganisme.
Logika paling mudah yang kemudian biasa dikemukakan untuk menjamin fungsinya, mungkin oleh auditor, atau mungkin juga pengguna UV light itu sendiri, adalah dengan cara secara berkala mengukur intensitas lampu UV itu sendiri. Ada alatnya, namanya UV light meter. Itulah bentuk jaminan terhadap efektifitas fungsi. Untuk memastikan akurasi alat ukur, logika berikutnya adalah: Kalibrasi UV light meter yang dipakai untuk mengukur sinar UV! Semuanya tampak baik-baik saja dan sempurna. Tapi tunggu, bila kita melihat secara teknis lebih mendalam, ternyata pada prakteknya tak seindah jalannya logika di atas.
Created on Monday, 19 June 2017 Hits: 9567
Di kalangan praktisi, istilah untuk hal ini cukup beragam. Pada dasarnya adalah kegiatan validasi terhadap proses sterilisasi menggunakan metode filtrasi. Ada yang memberi istilah 'Validasi Filter', 'Validasi Proses Filtrasi', 'Validasi Sterilisasi Filtrasi'. Tapi apa pun itu, dalam cakupan lingkup validasi harus jelas apa yang akan dibuktikan di sini. Filter memang tidak selalu difungsikan untuk menyaring sehingga menghasilkan produk steril. Sementara proses sterilisasi sendiri, tidak selalu dengan cara filtrasi. Kebutuhan validasi sendiri utamanya muncul saat mana proses sterilisasi produk menggunakan proses filtrasi. Biasanya pada proses Aseptic Filling. Rujukannya bermula pada PDA (Parenteral Drug Adminsitration) Technical Report no.26, Sterilizing Filtration of Liquids, 1997. Kebutuhan untuk menjamin bahwa proses penyaringan menghasilkan produk steril akan dan selalu menghasilkan produk steril sesuai kriteria penerimaannya.
Di WHO GMP for Sterile no.961, Annex 6, 2011, poin 5.4 ada mengatakan: All sterilization processes should be validated. Artinya proses sterilisasi, apapun itu, apakah dengan metode sterilisasi akhir uap basah, pemanasan udara kering, iradiasi, termasuk salah satunya metode filtrasi ini, harus divalidasi, dibuktikan efektifitas sesuai peruntukannya, sehingga terjamin mutu produknya dan aman bagi pasien selaku pengguna produk. Di PIC/S Guide to GMP for Medicinal Product maupun di CPOB 2012, keharusan ini masuk pada annex pembahasan proses produksi produk steril. Sehingga untuk sementara ini, kita boleh menafsirkannya bahwa validasi filter bersifat wajib, masih dalam cakupan penggunaannya untuk proses steril.
Created on Saturday, 27 May 2017 Hits: 14599
Walau tulisan ini saya masukkan dalam cakupan QRM (Quality Risk Management), namun pada dasarnya Statistical Process Control (SPC) adalah sebuah alat dengan menggunakan pendekatan metoda statistik praktis untuk membantu menganalisis, dalam rangka memonitor, mengendalikan dan memperbaiki sebuah proses. Alat bantu ini bisa dipakai untuk apa saja. Sebagai alat untuk kajian QRM misalnya, itulah mengapa saya masukkan dalam ruang lingkup QRM. Yang penting, perlu digaris bawahi di sini, bahwa SPC tidak hanya untuk kebutuhan QRM. Bisa dipakai sebagai analisis studi kualifikasi-validasi. Juga sebagai alat analisis dalam rangkan TQM (Total Quality Management) sebagai bagian dari kegiatan Continuous Improvement.
Apa yang saya tulis di sini bersifat praktis. Yang aplikasinya banyak saya pakai dalam kegiatan saya mengolah data di lingkup industri farmasi. Semakin mudah karena saya menggunakan software pengolah statistik Minitab. Dan aplikasinya sudah dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dilakukan tanpa harus melihat secara dalam pada konsep statistik-nya. Para akademisi dan pakar peneliti matematika statistika telah memberikan pendekatan-pendekatan dan cara mudah sehingga kita selaku praktisi 'tinggal pakai' dan mencoba menafsirkan hasil analisis-nya pada kondisi nyata di proses kita.
Created on Monday, 15 May 2017 Hits: 17000
Silahkan cermati bagan mengukur dengan OEE di artikel tersebut. Anda akan temukan salah satu losses yang menggerogoti Loading Time, mempengaruhi kinerja Availability, adalah apa yang disebut Set-Up dan Set-Down. Sebenarnya merupakan dua losses yang berbeda, tapi coba saya ceritakan di sini bersama-sama, karena memang keduanya adalah hal yang bisa dikatakan saling berhubungan. Ada hal-hal yang bila anda tekan di losses Set-Up justru akan membuat hal itu menggelembung di losses Set-down. Sehingga perlu sebuah wawasan yang melihat keduanya sebagai satu kesatuan, walaupun pada praktek pencatatan pengukurannya dilakukan terpisah karena memang terjadi pada dua waktu yang berbeda.
Dengan kalimat sederhana bisa dijelaskan bahwa Set-Up adalah segala kegiatan yang perlu dilakukan terhadap mesin sampai mesin tersebut produktif menghasilkan produk baik. Sementara Set-Down adalah segala kegiatan yang perlu dilakukan terhadap mesin setelah produk terakhir keluar sampai dengan mesin boleh ditinggalkan. Betul dua hal ini adalah losses, karena pada dasarnya keberadaan kegiatan ini mengurangi kinerja mesin dalam hal ketersediaan (availability). Di sepanjang waktu Loading time mesin, mau tidak mau kita punya kegiatan yang membuat mesin tidak menghasilkan apa-apa. Namun tidak seperti kegiatan lain yang mungkin bisa ditekan sampai nol, untuk kegiatan Set-Up dan Set-Down ini, yang bisa dilakukan adalah menekan sampai se-optimum mungkin. Saya sengaja tidak memakai kata 'se-minimum mungkin', khawatir semangatnya akan terjebak pada upaya untuk 'asal minimum'. Karena semangat ini, mungkin dalam jangka pendek akan memperbaiki tingkat ketersediaan sehingga OEE-pun membaik, tapi secara jangka panjang bisa jadi justru memperburuk keadaan.
Created on Saturday, 29 April 2017 Hits: 5653
Sebuah siklus sistematika berpikir yang saya yakin banyak praktisi di bidang apapun pasti sudah tak asing dengannya. Plan-Do-Check-Action. Populer dengan akronim PDCA. Saya melihat hal ini menarik untuk menjadi salah satu topik pembicaraan di blog saya ini, karena ketika itu begitu mengemuka dan menjadi rujukan akan setiap pemecahan masalah ataupun menggagas peluang, lalu bagaimana hal itu bisa dirajut dengan serasi di keseharian industri obat dan makanan? Apakah sistematika ini bisa memberikan kontribusi yang signifikan bagi terciptanya solusi akan setiap masalah?
Saya sendiri tidak begitu paham bagaimana sejarah PDCA itu bermula. Ada yang mengatakan pertama kali digagas oleh Edward Deming yang berusaha memformulasikan sistematika untuk mencapai sebuah tolok ukur mutu. Bagaimanapun dan dimanapun definisi mutu itu ditetapkan. Ada pendapat bahwa PDCA secara umum, walaupun tidak menggunakan terminologi ini, tapi sistematikanya sebenarnya sudah dipelopori sejak abad ke-17 oleh Francis Bacon, seorang ilmuwan sekaligus filsuf dari Inggris yang menggagas metode pemecahan masalah secara ilmiah. Dalam bahasanya disebut dengan: hypothesis-experiment-evaluation, yang kemudian menghasilkan sebuah definition baru akan suatu hal. Setiap ketidaksesuaian terhadapnya akan mendorong untuk dilakukan hypothesis ulang. Demikian seterusnya membentuk roda berputar, dengan harapan akan menjadikan semua hal dalam semesta ruang lingkup itu semakin menjadi lebih baik. Mungkin skema dibawah bisa memberi ilustrasi.
Page 3 of 18
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya